Dalam perjalanan spiritual seorang muslim, khusyu’ merupakan buah atas perjalanan yang telah ditempuhnya dengan semangat dan pengorbanan yang besar. Semuanya berlabuh pada keharibaan Tuhan dengan rasa pasrah dengan penuh rasa bahagia. Yaitu kebahagiaan bisa bersanding bersama Tuhan.
Al-Ghazali memberikan
penjelasan bahwa khusyu’ merupakan buah dari keimanan dan keyakinan. Amal yang
terus menerus dikerjakan menjadi sebuah kendaraan bagi seorang muslim untuk
bisa mencapai sebuah kekhusyu’an.
Rasa nikmat yang telah
dirasakan bagi hamba-hamba yang telah mencapai kedudukan khusyu’ merupakan
karunia terbesar dari Allah.
“Yang telah beriman dan yang
hatinya tenang dengan mengingat Allah. Sesungguhnya dengan mengingat Allah
itulah hati menjadi tenang.”
(Q. 13:28)
Jalal Al-Din Rumi
menjelaskan bahwa jiwa manusia yang sedang berdoa menyelami substansi wujudnya
di samudra cahaya dan karunia Illahi akan mengambil makanan darinya. Ini
membantunya untuk mencapai kesucian nafs. Selanjutnya, dia menjelajahi
jalan menuju Allah. Dengan menyibukkan dirinya berdoa di dalam hati, dia
membuka dirinya untuk menerima pengaruh penyembuh yang berasal dari Ruh Suci.
Pencapaian khusyu’
menjadikan seorang hamba sebagai seorang yang mulia, baik di mata Tuhan ataupun
sesama. Ia bisa menikmati kesendiriannya walau jauh dari sesama. Walau ia
dihina dan tidak dihargai di mata manusia. Ia merasa bahagia atas
kekhusyu’annya bersama Tuhan.
Seperti halnya Ibrahim Ibn
Adham disaat ditanya para sahabatnya, mengapa engkau suka menyendiri? Beliau
menjawab, “Disaat aku disamping orang yang dibawahku, mereka akan membenciku
karena kebodohannya. Disaat aku berada disamping orang yang diatasku, mereka
akan membuatku bingung karena bualannya. Dan disaat aku berada orang-orang yang
sepadan denganku, mereka akan dengki kepadaku.”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar