Ikhlas
merupakan bagian dari sekian banyak sikap yang muncul dan berkemelut di dalam
hati. Tidak banyak orang bisa memahami dan merasakan kondisi ikhlas ini, karena
ikhlas adalah puncak tertinggi dari sikap hati.
Setiap
waktu disaat kita terjaga dan beraktivitas, hati senantiasa dihadapkan dalam
kondisi-kondisi bagaimana hati kita harus bersikap. Tentunya bersikap yang baik
dengan memunculkan sikap-sikap positif yang ada di dalam hati.
Bagaimana
jika sekian banyak usaha keras kita, pekerjaan yang begitu berat telah
terselesaikan dengan baik, masalah-masalah yang begitu rumit mampu kita carikan
solusi terbaik tanpa mengganggu kenyamanan orang lain dan jauh dari resiko,
serta kebanyakan orang yang mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin kita
lakukan, ternyata kita bisa mengerjakannya tanpa beban sama sekali, sedangkan
apa yang telah kita kerjakan itu semua tidak dihargai, dicemooh, dipandang
sepele, bahkan dicampakkan seolah-olah orang disekitar kita merasa tidak tahu
atas apa yang telah kita kerjakan. Dan inilah yang menjadi pekerjaan hati.
Hal
di atas mengajarkan kita untuk bersikap legowo, berlapang dada dengan
senantiasa memaksa hati untuk bersikap baik. Jika di ukur dengan takaran
keikhlasan manusiawi, jelas yang muncul adalah rasa emosi, karena setiap apa
yang telah kita kerjakan tanpa kepentingan apapun. Namun semua orang bersikap
acuh.
Itulah
letak dasar ujian keimanan dan juga keikhlasan. Tidak ada yang pernah tahu saat
kapan hati kita harus bersikap ikhlas, dan seberapa besar rasa ikhlas itu harus
muncul.
Ikhlas
hanya sebuah istilah untuk menamakan kondisi hati yang pasrah, legowo dan tidak
bisa berbuat apa-apa kecuali atas pertolongan Tuhan. Mulut barangkali mudah
untuk mengucapkan “Saya Sudah Ikhlas”, namun hati hanya Tuhan yang Maha
Mengetahui.
Teringat
apa yang dituliskan Al Ghazali di dalam bukunya Ihya’ Ullumudin, “Setiap orang
celaka kecuali mereka yang menuntut ilmu, sedangkan orang yang menuntut ilmu
juga akan celaka kecuali mereka yang mau mengamalkan, dan orang yang mengamalkan
juga akan celaka kecuali mereka yang ikhlas, dan yang ikhlaspun belum ada
jaminan.”
Setiap
manusia di antara kita hanya bisa berbuat dan pasrah kepada Tuhan. Itupun atas
kehendak Nya. Secara hakiki manusia hanyalah pancaran Nur Keilahian, tanpa
Tuhan, manusia tidak lebih dari makhluk Nya yang lain.
Sudah
menjadi kewajiban manusia untuk senantiasa memperbaiki diri dari sikap lahir
dan batinnya. Setiap saat semua akan mengalami ujian, dan ujian akan menaikkan serta
menurunkan derajat manusia di hadapan Tuhan ataupun sesama.
Mari
senantiasa belajar untuk berbuat baik, baik lahir maupun batin. Minimal hal ini
akan menjadi perantara atas turunnya pertolongan dan petunjuk Tuhan bagi kita.
Janganlah terjebak pada hiruk pikuk permasalah dunia, perdebatan hukum lahiriah,
ataupun masalah khilafiah. Semua ketentuan sudah ada, jemputlah
kebaikan-kebaikan Tuhan itu dengan senantiasa berbuat baik.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar